MAKALAH
“Penentuan Awal
Bulan Ramadhan dan Syawal”
Diajukan
untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah
“FIQIH”
Dosen Pengampu:
Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M.Ag
Disusun Oleh :
1.
Nur Khasanah Fauziah
(2812133045)
2.
Nurnaningsih
(2812133046)
3.
Nurul Rohmatus Saida (2812133047)
JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG TAHUN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala
puji hanya untuk Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Sholawat dan salam tetap
tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta
keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Dengan
mengucap syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan
rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dengan hadirnya makalah ini diharapkan dapat memberikan sedikit informasi bagi para pembaca khususnya mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
Penyusun
menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penyusun berharap kepada
semua pihak atas segala saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terima kasih kami haturkan pada seluruh pihak yang mendukung penyusunan
makalah ini, antara lain:
1. Dr.
Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung.
2. Dr.
H. Ahmad Muhtadi Ansor, M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah “Fiqih”.
3. Semua pihak yang telah membantu penyusun dalam
menyelesaikan makalah ini
Akhirnya,
atas segala keterbatasan yang penyusun miliki apabila terdapat kekurangan dan
kesalahan mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi
bekal pengetahuan bagi penyusun di kemudian hari.
Amiin
yaa Robbal `alamin.
Tulungagung, 30 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................ 2
C.
Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Puasa …………………………………………………….. 3
B. Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal …………………………… 3 Dalil yang digunakan oleh ahli Hisab dan Ahli Rukyat
C. dalam menetapkan awal Ramadhan dan Syawal
………………….... 4
D. Faktor yang menjadi penyebab berbedanya
penetapan awal
Ramadhan dan Syawal …………………………….. 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
………………………………………………………….. 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 10 .
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu hal yang membedakan antara
penanggalan Hijriah dengan kalender lainnya adalah peraturan yang digunakan.
Peraturan penanggalan hijriah disandarkan pada Al Qur’an dan Hadis yang
sekaligus sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Beberapa aturan dasar
penanggalan Hijriah adalah :
1. Satu tahun terdiri dari 12 bulan. Hal ini didasarkan firman Allah (QS. Attaubah : 36) yang artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”.
2. Awal bulan ditandai dengan hilal. Hal ini didasarkan pada firman Allah (QS. Al-Baqarah : 189) yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
3. Satu bulan Hijriah itu terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Hal ini didasarkan pada beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan puasa di antaranya, “Sebulan itu adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal tertutup oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya menjadi 30 hari” (HR. Muslim).
Berdasarkan Al Quran dan Hadis Nabi tersebut, para ulama sepakat bahwa penanggalan Hijriah merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pada pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi (Lunar Calendar) dan awal bulan ditandai dengan hilal. Karena didasarkan pada astronomical phenomena maka penanggalan Hijriah tidak mengenal istilah tahun kabisat dan satu tahunnya terdiri dari 12 bulan yang tidak bergantung pada posisi matahari.
Dalam praktiknya, penanggalan Hijriah hingga kini-belum mempunyai peraturan baku yang dipergunakan secara internasional, sehingga dalam penetapan awal maupun akhir bulan terutama dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan masih sering terjadi perbedaan. Banyak faktor yang menjadi penyebab perbedaan tersebut.
1. Satu tahun terdiri dari 12 bulan. Hal ini didasarkan firman Allah (QS. Attaubah : 36) yang artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”.
2. Awal bulan ditandai dengan hilal. Hal ini didasarkan pada firman Allah (QS. Al-Baqarah : 189) yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
3. Satu bulan Hijriah itu terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Hal ini didasarkan pada beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan puasa di antaranya, “Sebulan itu adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal tertutup oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya menjadi 30 hari” (HR. Muslim).
Berdasarkan Al Quran dan Hadis Nabi tersebut, para ulama sepakat bahwa penanggalan Hijriah merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pada pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi (Lunar Calendar) dan awal bulan ditandai dengan hilal. Karena didasarkan pada astronomical phenomena maka penanggalan Hijriah tidak mengenal istilah tahun kabisat dan satu tahunnya terdiri dari 12 bulan yang tidak bergantung pada posisi matahari.
Dalam praktiknya, penanggalan Hijriah hingga kini-belum mempunyai peraturan baku yang dipergunakan secara internasional, sehingga dalam penetapan awal maupun akhir bulan terutama dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan masih sering terjadi perbedaan. Banyak faktor yang menjadi penyebab perbedaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Puasa ?
2.
Bagaimana cara penetapan awal Ramadhan dan Syawal ?
3.
Bagaimana dalil yang
digunakan oleh Ahli Hisab dan Ahli Rukyat dalam menetapkan awal Ramadhan dan Syawal
?
4.
Faktor apa saja yang menjadi penyebab berbedanya penetapan awal
Ramadhan dan Syawal ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari Puasa.
2.
Mengetahui cara penetapan awal Ramadhan dan Syawal.
3.
Mengetahui dalil yang digunakan oleh Ahli Hisab dan Ahli Rukyat
dalam menetapkan awal Ramadhan dan Syawal.
4.
Mengetahui faktor yang menjadi penyebab berbedanya penetapan awal
Ramadhan dan Syawal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
“Saumu” (Puasa), menurut bahasa Arab adalah menahan dari segala
sesuatu , seperti menahan makan , minum, nafsu , menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam, puasa yaitu menahan diri dari sesuatu
yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan niat dan beberapa syarat.
وَكُلُوا وَاشْرَبُو حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الاَبْيَضُ
مِنَ الْخَيْطِ الاَسْوَدِ مِنَ الفَجْرِ
“Makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari hitam, yaitu fajar” (Al- Baqarah : 187 )[1]
Puasa
ada empat macam
1.
Puasa wajib, yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat, dan puasa
nadzar.
2.
Puasa sunat
3.
Puasa makruh
4.
Puasa haram, yaitu puasa pada Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Haji,
dan tiga hari sesudah Hari Raya Haji, yaitu tangal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
Puasa
bulan Ramadhan itu merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, diwajibkan
pada tahun kedua Hijriah, yaitu tahun kedua sesudah Nabi Muhammad Saw. hijrah
ke Madinah. Hukumnya Fardu ‘ain atas tiap-tiap mukallaf (balig dan berakal).
Rasulullah
Saw. telah mengerjakan puasa sembilan kali Ramadhan, delapan kali 29 hari, dan satu kali pas 30 hari. [2]
B.
Penetapan Awal Ramadhan Dan Syawal
Puasa Ramadhan diwajibkan atas tiap-tiap
orang mukallaf dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini :
1.
Dengan melihat bulan bagi yang melihatnya
sendiri.
2.
Dengan mencukupkan bulan Sya’ban tiga
puluh hari,
3.
Dengan adanya melihat (ru’yat) yang
dipersaksikan oleh seorang yag adil di muka hakim.
4.
Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang
banyak, sehingga mustahil mereka akan dapat bersepakat untuk berdusta.
5.
Percaya kepada orang yang melihat.
6.
Tanda-tanda yang biasa dilakukan di
kota-kota besar untuk memberitahukan kepada orang banyak (umum) seperti lampu, meriam, dan sebagainya.
7.
Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli
hisab (ilmu bintang).[3]
C.
Dalil Yang Digunakan Oleh Ahli Hisab
Dan Ahli Rukyat Dalam Menetapkan Awal Ramadhan Dan Syawal
Golongan
yang menggunakan rukyat berpendapat bahwa awal dan akhir Ramadhan harus
ditetapkan atas dasar hasil rukyat bil fi’li (melihat hilal dengan mata
kepala), sementara golongan yang menggunakan hisab berpendapat bahwa hisablah
yang harus digunakan dalam menetapkan awal dan akhir ramadhan. Masing – masing
berpijak pada dalil-dalil syar’i berdasarkan atas interpretasi mereka.
1.
Dalil yang digunakan Oleh Ahli Hisab
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya, Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus : 5)
يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya, Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus : 5)
يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج
Artinya,
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji. (QS. al-Baqarah:
189).
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan supaya kita mengetahui waktu (bulan) dan tahun sedangkan matahari agar kita mengetahui waktu (hari) dan jam. Secara explisit dua ayat di atas juga mengandung pelajaran disyariatkannya mempelajari ilmu falak (astronomi) atau ilmu hisab untuk mengetahui waktu-waktu shalat, puasa, haji dan lainnya yang bermanfa’at bagi kaum Muslimin.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنّا أمة أمية لا نكتب ولا نحسب، الشهر هكذا وهكذا يعنى مرة تسعة وعشرون ومرة ثلاثون
Rasulallah Saw bersabda Kita adalah umat buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pandai berhitung, sebulan itu adalah sekian dan sekian (maksudnya kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari) (HR. Al Bukhari)
Dari hadits diatas dapat kita pahami bahwa Rasulallah dan para sahabat tidak mempergunakan hisab sebagai dasar untuk memulai dan mengakhiri puasa, karena pada waktu itu ilmu hisab belum berkembang, orang – orang Arab masih dalam keadaan buta huruf, sehingga cara yang paling mudah dilakukan waktu itu dengan melihat bulan.
Namun saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dan maju, untuk mengetahui waktu-waktu dan fenomena luar angkasa baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dapat diperkirakan secara tepat dan mudah, sehingga dengan didukung peralatan yang canggih, hisablah yang paling akurat untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan.
Jika upaya pengamatan hilal saat itu dilakukan dengan upaya terbaik yg tersedia pada masa itu, maka sewajarnyalah hal yang sama (upaya terbaik) juga dilakukan oleh kita-kita pada masa sekarang. Dan fasilitas yg tersedia pada masa sekarang adalah teknologi satelit dan telekomunikasi.
Dengan kesemua teknologi yang ada saat ini, maka akan dapat diketahui dengan cukup akurat kapan terjadinya bumi, bulan dan matahari dalam posisi segaris (dan dapat diramalkan untuk tahun-tahun mendatang), sehingga bagi daerah yg mengalami matahari terbenam setelah waktu tersebut, dapat dikatakan telah memasuki bulan baru, walaupun hilal belum dapat terlihat dengan mata telanjang disebabkan silaunya temaram senja dan berbagai efek pembiasan cahayanya.
عن بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم إنما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له
Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulallah Saw bersabda “sesungguhnya sebulan itu lamanya 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sehingga melihat hilal, dan janganlah kalian berlebaran sehingga melihat hilal, maka apabila hilal tertutup oleh awan sehingga kalian tidak dapat melihatnya, maka perkirakanlah untuknya. (HR. Muslim)
Lafazh فاقدروا له pada hadits di atas memiliki arti maka kira-kirakanlah dengan ilmu hisab atau hisablah dengan hisabul manzilah (hitunglah dengan perjalanan bulan), dengan demikian maksud hadits di atas memberi pengertian bahwa selain dengan rukyat, awal dan akhir Ramadhan dapat ditetapkan dengan dan perkiraan ilmu hisab yakni dengan menghitung peredaran bulan.
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan supaya kita mengetahui waktu (bulan) dan tahun sedangkan matahari agar kita mengetahui waktu (hari) dan jam. Secara explisit dua ayat di atas juga mengandung pelajaran disyariatkannya mempelajari ilmu falak (astronomi) atau ilmu hisab untuk mengetahui waktu-waktu shalat, puasa, haji dan lainnya yang bermanfa’at bagi kaum Muslimin.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنّا أمة أمية لا نكتب ولا نحسب، الشهر هكذا وهكذا يعنى مرة تسعة وعشرون ومرة ثلاثون
Rasulallah Saw bersabda Kita adalah umat buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pandai berhitung, sebulan itu adalah sekian dan sekian (maksudnya kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari) (HR. Al Bukhari)
Dari hadits diatas dapat kita pahami bahwa Rasulallah dan para sahabat tidak mempergunakan hisab sebagai dasar untuk memulai dan mengakhiri puasa, karena pada waktu itu ilmu hisab belum berkembang, orang – orang Arab masih dalam keadaan buta huruf, sehingga cara yang paling mudah dilakukan waktu itu dengan melihat bulan.
Namun saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dan maju, untuk mengetahui waktu-waktu dan fenomena luar angkasa baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dapat diperkirakan secara tepat dan mudah, sehingga dengan didukung peralatan yang canggih, hisablah yang paling akurat untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan.
Jika upaya pengamatan hilal saat itu dilakukan dengan upaya terbaik yg tersedia pada masa itu, maka sewajarnyalah hal yang sama (upaya terbaik) juga dilakukan oleh kita-kita pada masa sekarang. Dan fasilitas yg tersedia pada masa sekarang adalah teknologi satelit dan telekomunikasi.
Dengan kesemua teknologi yang ada saat ini, maka akan dapat diketahui dengan cukup akurat kapan terjadinya bumi, bulan dan matahari dalam posisi segaris (dan dapat diramalkan untuk tahun-tahun mendatang), sehingga bagi daerah yg mengalami matahari terbenam setelah waktu tersebut, dapat dikatakan telah memasuki bulan baru, walaupun hilal belum dapat terlihat dengan mata telanjang disebabkan silaunya temaram senja dan berbagai efek pembiasan cahayanya.
عن بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم إنما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له
Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulallah Saw bersabda “sesungguhnya sebulan itu lamanya 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sehingga melihat hilal, dan janganlah kalian berlebaran sehingga melihat hilal, maka apabila hilal tertutup oleh awan sehingga kalian tidak dapat melihatnya, maka perkirakanlah untuknya. (HR. Muslim)
Lafazh فاقدروا له pada hadits di atas memiliki arti maka kira-kirakanlah dengan ilmu hisab atau hisablah dengan hisabul manzilah (hitunglah dengan perjalanan bulan), dengan demikian maksud hadits di atas memberi pengertian bahwa selain dengan rukyat, awal dan akhir Ramadhan dapat ditetapkan dengan dan perkiraan ilmu hisab yakni dengan menghitung peredaran bulan.
2. Dalil Yang Digunakan Oleh Ahli Rukyat
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيتة فإن غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين Rasulallah Saw bersabda “Berpuasalah dengan melihat hilal dan berbuka (berhari raya) lah dengan melihatnya pula. Jika (hilal) terhalang (awan) hingga kalian tidak dapat melihatnya, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. al-Bukhari)
Dengan demikian, bahwa awal atau akhir Ramadhan harus ditetapkan berdasarkan hasil rukyat bil fi’li atau dengan cara istikmal bila hilal tidak dapat dilihat oleh mata kepala, karena syara’ hanya mengajukan dua cara tersebut. Dan penetapan awal atau akhir Ramadhan dengan hisab tidak pernah dilakukan oleh Rasulallah dan para shahabatnya, padahal sebelum Rasullah lahir, di Negeri Arab telah berkembang dan telah terdapat tempat yang dipakai untuk mengajar ilmu hisab. Bahkan menurut fakta sejarah pada tahun 500 SM Phitagoras telah membangun suatu pendidikan khusus dalam ilmu hisab, dan 200 tahun kemudian Bathlimus juga mengembangkan ilmu hisab di lembaga pendidikannya Al-Iskandariyah.
Adapun surat Yunus ayat 5 yang dijadikan dalil oleh ahli hisab tidaklah tepat untuk menghapus sistem rukyat dengan sistem hisab, karena ayat di atas tidak ada sangkut pautnya dengan hal memulai dan mengakhiri puasa. Begitu juga dengan surat al- Baqarah ayat 189 bila kita lihat asbabun nuzul ayat ini yang diriwayatkan oleh al-Aufi dari Ibnu Abbas adalah bahwa orang-orang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengenai bulan sabit, maka turunlah ayat ini. Dimana dengan bulan sabit itu mereka mengetahui waktu puasa dan berbuka, waktu jatuh tempo hutang mereka dan iddah istri mereka, serta waktu menunaikan haji. Namun hadits diatas tidak membicarakan sistem hisab yang harus digunakan untuk mengetahui hilal.[4]
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيتة فإن غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين Rasulallah Saw bersabda “Berpuasalah dengan melihat hilal dan berbuka (berhari raya) lah dengan melihatnya pula. Jika (hilal) terhalang (awan) hingga kalian tidak dapat melihatnya, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. al-Bukhari)
Dengan demikian, bahwa awal atau akhir Ramadhan harus ditetapkan berdasarkan hasil rukyat bil fi’li atau dengan cara istikmal bila hilal tidak dapat dilihat oleh mata kepala, karena syara’ hanya mengajukan dua cara tersebut. Dan penetapan awal atau akhir Ramadhan dengan hisab tidak pernah dilakukan oleh Rasulallah dan para shahabatnya, padahal sebelum Rasullah lahir, di Negeri Arab telah berkembang dan telah terdapat tempat yang dipakai untuk mengajar ilmu hisab. Bahkan menurut fakta sejarah pada tahun 500 SM Phitagoras telah membangun suatu pendidikan khusus dalam ilmu hisab, dan 200 tahun kemudian Bathlimus juga mengembangkan ilmu hisab di lembaga pendidikannya Al-Iskandariyah.
Adapun surat Yunus ayat 5 yang dijadikan dalil oleh ahli hisab tidaklah tepat untuk menghapus sistem rukyat dengan sistem hisab, karena ayat di atas tidak ada sangkut pautnya dengan hal memulai dan mengakhiri puasa. Begitu juga dengan surat al- Baqarah ayat 189 bila kita lihat asbabun nuzul ayat ini yang diriwayatkan oleh al-Aufi dari Ibnu Abbas adalah bahwa orang-orang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengenai bulan sabit, maka turunlah ayat ini. Dimana dengan bulan sabit itu mereka mengetahui waktu puasa dan berbuka, waktu jatuh tempo hutang mereka dan iddah istri mereka, serta waktu menunaikan haji. Namun hadits diatas tidak membicarakan sistem hisab yang harus digunakan untuk mengetahui hilal.[4]
D.
Faktor Yang Menjadi Penyebab Berbedanya
Penetapan Awal Ramadhan Dan Syawal
Tidak
hanya masalah perbedaan pemahaman terhadap nash-nash al-Quran maupun as-Sunah
yang menjadi penyebab perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan, namun banyak
faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah :
1. Masih adanya perbedaan pemahaman tentang definisi hilal, ada yang mengartikan hilal sebagai Bulan sabit yang pertama bisa dilihat dengan mata telanjang. Ada juga yang mengartikan hilal sebagai Bulan yang sudah melewati konjungsi dan berada di atas ufuk saat magrib..
2. Sementara itu ada juga perbedaan di antara para ahli rukyat sendiri, perbedaan itu antara lain dalam masalah rukyat siapakah yang dapat diterima, apakah harus melalui sumpah atau tidak dan berapa batas minimal orang yang melihat bulan sehingga rukyat tersebut dapat dijadikan keputusan, dan apakah hasil rukyat harus didukung hasil hisab, sehingga jika bertentangan dengan hasil hisab maka hasil rukyat tidak diterima. Selain itu, para ahli rukyat belum sepakat tentang mathla, jangkauan berlakunya hasil rukyat, apakah hasil rukyat di suatu Negara dapat dijadikan dasar penetapan awal dan akhir Ramadhan bagi Negara lain.[5]
1. Masih adanya perbedaan pemahaman tentang definisi hilal, ada yang mengartikan hilal sebagai Bulan sabit yang pertama bisa dilihat dengan mata telanjang. Ada juga yang mengartikan hilal sebagai Bulan yang sudah melewati konjungsi dan berada di atas ufuk saat magrib..
2. Sementara itu ada juga perbedaan di antara para ahli rukyat sendiri, perbedaan itu antara lain dalam masalah rukyat siapakah yang dapat diterima, apakah harus melalui sumpah atau tidak dan berapa batas minimal orang yang melihat bulan sehingga rukyat tersebut dapat dijadikan keputusan, dan apakah hasil rukyat harus didukung hasil hisab, sehingga jika bertentangan dengan hasil hisab maka hasil rukyat tidak diterima. Selain itu, para ahli rukyat belum sepakat tentang mathla, jangkauan berlakunya hasil rukyat, apakah hasil rukyat di suatu Negara dapat dijadikan dasar penetapan awal dan akhir Ramadhan bagi Negara lain.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Puasa yaitu menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu
hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan
beberapa syarat.
Puasa ada empat macam
1. Puasa wajib,
yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nadzar.
2. Puasa sunat
3. Puasa makruh
4. Puasa haram,
yaitu puasa pada Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Haji, dan tiga hari sesudah
Hari Raya Haji, yaitu tangal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
2. Penetapan Awal
Ramadhan Dan Syawal
1. Dengan melihat bulan bagi yang melihatnya sendiri.
2. Dengan mencukupkan bulan Sya’ban tiga puluh hari,
3. Dengan adanya melihat (ru’yat) yang dipersaksikan oleh seorang yag adil
di muka hakim.
4. Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil
mereka akan dapat bersepakat untuk berdusta.
5. Percaya kepada orang yang melihat.
6. Tanda-tanda yang biasa dilakukan di kota-kota besar untuk memberitahukan
kepada orang banyak (umum) seperti lampu,
meriam, dan sebagainya.
7. Dengan ilmu hisab
atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).
3.
Dalil yang digunakan oleh ahli hisab dan ahli rukyat dalam
menetapkan awal Ramadhan dan Syawal :
1.
Dalil yang digunakan Oleh Ahli Hisab yaitu ; QS. Yunus ayat 5 dan
al- Baqarah ayat 189
2.
Dalil yang digunakan Oleh Ahli Ru’yat yaitu ;
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيتة فإن غبي عليكم فاكملوا
عدة شعبان ثلاثين
4. Faktor yang
menjadi penyebab berbedanya penetapan awal ramadhan dan syawal ;
1. Masih adanya
perbedaan pemahaman tentang definisi hilal.
2. Sementara itu ada juga perbedaan di antara para
ahli rukyat sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, H. Sulaiman, 2009, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru
Algesindo
izin copas min buat referensi..
BalasHapussukses selalu....